Saturday, May 11, 2013

modul perpajakan


TENTANG PAJAK

1. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
2. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
3. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
4. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
5. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
6. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
7. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
8. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
9. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
10.    Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
11.    Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
12.    Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
13.    Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
14.    Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
15.    Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.


#.RANGKUMAN TENTANG UUD N0.18 TAHUN 2000


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2000
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

DENGAN RAHMAT  TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
bahwa dalam rangka lebih meningkatkan kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan sistem perpajakan yang sederhana dengan tanpa mengabaikan pengawasan dan pengamanan penerimaan negara agar pembangunan nasional dapat  dilaksanakan secara mandiri, dilakukan perubahan terhadap Undang-undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994;

Mengingat :
1.  Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), dari Pasal 23 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama Tahun 1999;

2.  Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);

3.  Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17  Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985);

4.  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NlLAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara  Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568) diubah sebagai berikut.:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut.:
“Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2.  Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
3.  Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini,
4.  Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
5.  Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan,
6.  Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
7.  Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6.
8.  Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
9.  Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
10.  Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean karena suatu perjanjian di dalam Daerah Pabean.
11.  Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
12.  Perdagangan adalah kegiatan usaha memb eli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
13.  Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,  perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang  sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
14.  Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan  usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
15.  Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
16.  Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
17.  Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
18.  Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnyn diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
19.  Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
20.  Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini.
21.  Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
22.  Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
23.  Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
24.  Pajak Masukan adalah pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
25.  Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak.
26.  Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
27.  Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri  Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.”


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2000
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1983
TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NlLAI BARANG DAN JASA DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

UMUM
Dalam era reformasi saat ini, perkembangan sosial ekonomi dan politik berlangsung sangat cepat sehingga perubahan sistem perpajakan yang pernah dilakukan belum dapat menampung perkembangan dunia usaha karena masih dijumpai kelemahan-kelemahan dalam Undang-undang Perpajakan, yaitu :
a.  belum adil walaupun sudah dilaksanakan sesuai ketentuan,
b.  kurang memberikan hak-hak Wajib Pajak,
c.  kurang memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya,
d.  kurang memberikan kepastian hukum serta kurang sederhana.
Untuk itu dalam rangka menampung perkembangan dunia usaha dipandang perlu penyempurnaan peraturan

perundang-undangan perpajakan dengan menitikberatkan pada peningkatan :
a.  asas keadilan,
b.  asas kepastian hukum,
c.  asas legalitas, dan
d.  asas kesederhanaan.
Berlandaskan pada hal-hal tersebut di atas, maka sasaran yang ingin diwujudkan dalam pelaksanaan perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tahun 2000 adalah menciptakan sistem perpajakan yang l ebih adil, sederhana, dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat serta dapat mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara.

Adapun pokok-pokok perubahan yang dilakukan antara lain :
a.  Untuk lebih memberikan kepastian hukum mengenai barang-barang yang tidak dikenakan pajak, maka dalam perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tahun 2000 hanya terhadap barang-barang yang merupakan kebutuhan pokok; barang-barang yang sudah dikenakan pajak daerah; barang-barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; barang-barang yang merupakan alat tukar; serta barang barang lain yang berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
b.  Untuk lebih memberikan keadilan serta dalam upaya mengendalikan pola konsumsi masyarakat yang tidak produktif maka tarif Pajak  Penjualan Atas Barang Mewah dinaikkan.
c.  Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak belurr berproduksi  atau belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dan atau ekspor Barang Kena Pajak, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dibayar pada saat perolehan Barang Kena Pajak, penerimaan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dan atau impor Barang Kena Pajak tetap dapat dikreditkan.
d.  Penyederhanaan administrasi perpajakan yang meliputi proses restitusi dan diberlakukannya Faktur Penjualan sebagai Faktur Pajak.
e.  Terhadap Pajak Masukan yang belum dikreditkan dalam Masa Pajak yang sama dengan Pajak Keluaran masih dapat dikreditkan pada Masa Pajak yang tidak sama paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan.
f.  Kemudahan perpajakan atas transaksi penggabungan atau perubahan bentuk usaha atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan tidak lagi diberjkan.
g.  Kemudahan perpajakan diberikan hanya untuksektor-sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi, mendorong perkemb angan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan dan keamanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional.





#.PASAL DEMI PASAL

PASAL I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas
Angka 2
Pasal 1A
Ayat (1)

Huruf a
Perjanjian yang dimaksudkan dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.

Huruf b
Penyerahan Barang Kena Pajak juga dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (/easing).  Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha  (/easing)  adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (/easing) dengan hak opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas Barang Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran Harga Jual Barang Kena Pajak tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena penguasaan atas Barang Kena Pajak telah berpindah darj penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada lessee, maka Undang-undang ini menentukan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya penguasaan secara nyata atas Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebih dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian.

Huruf c
Yang di maksud dengan pedagang perantara ialah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa  tertentu, misalnya komisioner. Yang dimaksud dengan juru lelang disini adalah juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk pemerintah.


Huruf d
Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang  produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

Huruf e
Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakaian sendiri, sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak.  Khusus untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan tersebut, hanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai apabila memenuhi persyaratan, yaitu bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

Huruf f
Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang Perusahaan, maka Undang-undang ini menganggap bahwa pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat-tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan sejenisnya.

Huruf g
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat nenggunakan ketentuan mengenai pengembalian Barang Kena Pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 A Undang-undang ini.

Dan Masih banyak lagi Ayat yang menerangkan huruf demi huruf di atas.


TERIMA KASIH

No comments:

Post a Comment