TENTANG PAJAK
1. Pengusaha
Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya,
tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak
2. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
3. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya
sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
4. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun
takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun takwim.
5. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka
waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
6. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus
dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian
Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
7. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh
Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak,
objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
8. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
9. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
10. Surat Setoran Pajak adalah surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran
pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha
milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
11. Surat ketetapan pajak adalah surat
ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat
Ketetapan Pajak Nihil.
12. Surat Tagihan Pajak adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan
atau denda.
13. Surat Paksa adalah surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
14. Penanggung Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil
yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
15. Pembukuan adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun
Pajak berakhir.
#.RANGKUMAN TENTANG UUD
N0.18 TAHUN 2000
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2000
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
BARANG DAN JASA DAN PAJAK DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka lebih
meningkatkan kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan sistem perpajakan
yang sederhana dengan tanpa mengabaikan pengawasan dan pengamanan penerimaan
negara agar pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara mandiri,
dilakukan perubahan terhadap Undang-undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat
(1), Pasal 20 ayat (2), dari Pasal 23 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama
Tahun 1999;
2. Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
3. Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3985);
4. Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1983 TENTANG PAJAK
PERTAMBAHAN NlLAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568) diubah
sebagai berikut.:
1. Ketentuan
Pasal 1 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut.:
“Pasal 1
Dalam Undang-undang ini
yang dimaksud dengan:
1. Daerah Pabean adalah
wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang
udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan
Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan.
2. Barang adalah
barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak
atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
3. Barang Kena
Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-undang ini,
4. Penyerahan
Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
5. Jasa adalah
setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan
atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan,
6. Jasa Kena Pajak
adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang ini.
7. Penyerahan Jasa
Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam angka 6.
8. Pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
9. Impor adalah
setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah
Pabean.
10. Pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean karena
suatu perjanjian di dalam Daerah Pabean.
11. Ekspor adalah
setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah
Pabean.
12. Perdagangan
adalah kegiatan usaha memb eli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar
barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
13. Badan adalah
sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan
lainnya.
14. Pengusaha
adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari
luar Daerah Pabean.
15. Pengusaha Kena
Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha
Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
16. Menghasilkan
adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang
dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau
kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang pribadi atau badan
lain melakukan kegiatan tersebut.
17. Dasar
Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai
Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
18. Harga Jual
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnyn
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
19. Penggantian
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk
pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
20. Nilai Impor
adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini.
21. Pembeli adalah
orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan
Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena
Pajak tersebut.
22. Penerima jasa
adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima
penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar
Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
23. Faktur Pajak
adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau
bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
24. Pajak Masukan
adalah pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena
Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau
impor Barang Kena Pajak.
25. Pajak Keluaran
adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak,
atau ekspor Barang Kena Pajak.
26. Nilai Ekspor
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir.
27. Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi
Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor,
dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan
Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan
Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.”
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2000
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1983
TENTANG PAJAK
PERTAMBAHAN NlLAI BARANG DAN JASA DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH
UMUM
Dalam era reformasi saat
ini, perkembangan sosial ekonomi dan politik berlangsung sangat cepat sehingga
perubahan sistem perpajakan yang pernah dilakukan belum dapat menampung
perkembangan dunia usaha karena masih dijumpai kelemahan-kelemahan dalam
Undang-undang Perpajakan, yaitu :
a. belum adil
walaupun sudah dilaksanakan sesuai ketentuan,
b. kurang
memberikan hak-hak Wajib Pajak,
c. kurang
memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya,
d. kurang
memberikan kepastian hukum serta kurang sederhana.
Untuk itu dalam rangka
menampung perkembangan dunia usaha dipandang perlu penyempurnaan peraturan
perundang-undangan
perpajakan dengan menitikberatkan pada peningkatan :
a. asas keadilan,
b. asas kepastian
hukum,
c. asas legalitas,
dan
d. asas
kesederhanaan.
Berlandaskan pada
hal-hal tersebut di atas, maka sasaran yang ingin diwujudkan dalam pelaksanaan
perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Tahun 2000 adalah menciptakan sistem perpajakan yang l ebih adil,
sederhana, dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat serta dapat
mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara.
Adapun pokok-pokok perubahan
yang dilakukan antara lain :
a. Untuk lebih
memberikan kepastian hukum mengenai barang-barang yang tidak dikenakan pajak,
maka dalam perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah Tahun 2000 hanya terhadap barang-barang yang merupakan
kebutuhan pokok; barang-barang yang sudah dikenakan pajak daerah; barang-barang
hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
barang-barang yang merupakan alat tukar; serta barang barang lain yang berdasarkan
pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
b. Untuk lebih
memberikan keadilan serta dalam upaya mengendalikan pola konsumsi masyarakat
yang tidak produktif maka tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
dinaikkan.
c. Apabila dalam
suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak belurr berproduksi atau belum
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dan atau ekspor
Barang Kena Pajak, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dibayar pada
saat perolehan Barang Kena Pajak, penerimaan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean, dan atau impor Barang Kena Pajak tetap dapat dikreditkan.
d. Penyederhanaan
administrasi perpajakan yang meliputi proses restitusi dan diberlakukannya
Faktur Penjualan sebagai Faktur Pajak.
e. Terhadap Pajak
Masukan yang belum dikreditkan dalam Masa Pajak yang sama dengan Pajak Keluaran
masih dapat dikreditkan pada Masa Pajak yang tidak sama paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan.
f. Kemudahan
perpajakan atas transaksi penggabungan atau perubahan bentuk usaha atau
pengalihan seluruh aktiva perusahaan tidak lagi diberjkan.
g. Kemudahan
perpajakan diberikan hanya untuksektor-sektor kegiatan ekonomi yang
berprioritas tinggi, mendorong perkemb angan dunia usaha dan meningkatkan daya
saing, mendukung pertahanan dan keamanan nasional, serta memperlancar
pembangunan nasional.
#.PASAL
DEMI PASAL
PASAL I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas
Angka 2
Pasal 1A
Ayat (1)
Huruf a
Perjanjian yang
dimaksudkan dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli
dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas
barang.
Huruf b
Penyerahan Barang Kena
Pajak juga dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna
usaha (/easing). Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian
sewa guna usaha (/easing) adalah penyerahan yang disebabkan oleh
perjanjian sewa guna usaha (/easing) dengan hak opsi. Meskipun pengalihan atau
penyerahan hak atas Barang Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran Harga Jual
Barang Kena Pajak tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena penguasaan
atas Barang Kena Pajak telah berpindah darj penjual kepada pembeli atau dari
lessor kepada lessee, maka Undang-undang ini menentukan bahwa penyerahan Barang
Kena Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali
apabila saat berpindahnya penguasaan secara nyata atas Barang Kena Pajak
tersebut terjadi lebih dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian.
Huruf c
Yang di maksud dengan
pedagang perantara ialah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas
dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa
tertentu, misalnya komisioner. Yang dimaksud dengan juru lelang disini adalah
juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk pemerintah.
Huruf d
Pemakaian sendiri
diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya,
baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan
pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran
baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain
pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
Huruf e
Persediaan Barang Kena
Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakaian
sendiri, sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak. Khusus
untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan tersebut, hanya
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai apabila memenuhi persyaratan, yaitu bahwa
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Huruf f
Apabila suatu perusahaan
mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun
sebagai cabang Perusahaan, maka Undang-undang ini menganggap bahwa pemindahan
Barang Kena Pajak antar tempat-tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena
Pajak. Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain
lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan sejenisnya.
Huruf g
Dalam hal penyerahan
secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang
Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak
yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut
tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena
Pajak, Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat nenggunakan ketentuan
mengenai pengembalian Barang Kena Pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 A Undang-undang ini.
Dan Masih banyak lagi
Ayat yang menerangkan huruf demi huruf di atas.
TERIMA
KASIH
No comments:
Post a Comment