PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN REVALUASI
- I. PENDAHULUAN
- II. PENYUSUTAN
- Pengertian Penyusutan
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan yaitu:
- Harta berwujud yang bukan berupa bangunan
- Harta berwujud yang berupa bangunan
- Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4 tahun
- Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8 tahun
- Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 16 tahun
- Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20 tahun
- Permanen : masa manfaat 20 tahun
- Tidak permanen : bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.
- Metode Penyusutan
- Berdasarkan kriteria waktu
- Metode garis lurus
- Metode pembebanan angka menurun
2) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda
- Berdasarkan kriteria penggunan
- Metode jam jasa
- Metode jumlah unit produksi
- Berdasarkan kriteria lainnya
- Metode berdasarkan jenis dan kelompok
- Metode anuitas
- Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining balance method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan
- Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud Berupa Bangunan.
- C. Kelompok Harta Berwujud Dan Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif Penyusutan berdasarkan metode garis lurus
|
Tarif Penyusutan berdasarkan metode saldo menurun
|
|
I. Bukan Bangunan
|
||||
Kelompok 1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
|
Kelompok 2
|
8 tahun
|
12,50%
|
25%
|
|
Kelompok 3
|
16 tahun
|
6,25%
|
12,50%
|
|
Kelompok 4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
|
II. Bangunan
|
||||
Permanen
|
20 tahun
|
5%
|
-
|
|
Tidak Permanen
|
10 tahun
|
10%
|
-
|
- Contoh Perhitungan Penyusutan
Alternatif I : Metode Garis Lurus
Penyusutan tahun 2001:
6/12 x 25% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 125.000,00
Penyusutan tahun 2002:
25% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 250.000,00
Penyusutan tahun 2003:
25% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 250.000,00
Penyusutan tahun 2004:
25% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 250.000,00
Alternatif II : Metode Saldo Menurun
Penyusutan tahun 2001:
6/12 x 50% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 250.000,00
Penyusutan tahun 2002:
50% x (Rp. 1.000.000.000,00 – Rp. 250.000,00) =
50% x Rp. 750.000,00 = Rp. 375.000,00
Penyusutan tahun 2003:
50% x (Rp. 750.000,00 – Rp. 375.000,00) =
50% x Rp. 375.000,00 = Rp. 187.500,00
Penyusutan tahun 2004:
Karena untuk tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2004 seluruh sisa nilai buku disusutkan sekaligus sehingga penyusutan tahun 2004 adalah:
(Rp. 375.000,00 – Rp. 187.500,00) = Rp. 187.500,00
- III. AMORTISASI
- A. Pengertian Amortisasi
Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain (PSAK no 19). Termasuk dalam asset tak berwujud adalah hak paten, Good Will, hak merk.
Harta tak berwujud digolongkan menjadi:
- Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
- Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun
- Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16 tahun
- Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun
- Metode Amortisasi
- Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi
Kelompok Harta Tak Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif Amortsasi berdasarkan metode garis lurus
|
Tarif Amortsasi berdasarkan metode saldo menurun
|
|
Kelompok 1
|
4 tahun
|
25%
|
50%
|
|
Kelompok 2
|
8 tahun
|
12,50%
|
25%
|
|
Kelompok 3
|
16 tahun
|
6,25%
|
12,50%
|
|
Kelompok 4
|
20 tahun
|
5%
|
10%
|
- Contoh Perhitungan Amortisasi
Alternatif I : Metode Garis Lurus
Amortisasi tahun 2001:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2002:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2003:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2004:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Alternatif II : Metode Saldo Menurut
Amortisasi tahun 2001:
50% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00
Amortisasi tahun 2002:
50% x (Rp. 100.000.000,00 – Rp. 50.000.000,00)
50% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2003:
50% x (Rp. 50.000.000,00 – Rp. 25.000.000,00)
50% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00
Amortisasi tahun 2004:
Karena tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2004 seluruh sisa nilai buku diamortisasikan sekaligus sehingga amortisasi tahun 2004 adalah:
(Rp. 25.000.000,00 – Rp. 12.500.000,00) = Rp. 12.500.000,00
- Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi
- Hak atau Pengeluaran di bidang Penambangan minyak dan gas bumi
Contoh:
Pada tahun 2001 PT Dira Oil mengeluarkan uangnya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 unutk memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar 5.000.000 barel. Produksi bumi tahun 2002 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi untuk tahun 2002 adalah:
Tarif amortisasi = (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%
= (1.500.000 : 5.000.000) x 100%
= 30%
Amortisasi 2002 = 30% x Rp 1.000.000.000,00
= Rp. 300.000.000,00
Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
- Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber, dan hasil alam lainnya
- Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi
- Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan
- Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.
PT DiraWood pada tahun 2002 mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,00 untuk memperoleh hak pengusahaan hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20.000.000 ton. Jumlah produksi pada tahun 2002 adalah sebesar 8.000.000 ton. Jumlah yang diamortisasi dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2002 adalah sebesar:
(8.000.000 : 20.000.000) ton x Rp. 1.000.000.000,00 =
40% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 400.000.000,00
Jumlah yang telah diamortisasi maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang diperkenankan hanyalah sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 200.000.000,00
- IV. REVALUASI (PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP)
- A. Revaluasi Aktiva Tetap Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
Revaluasi atau pernyataan kembali (restatement) aktiva dan kewajiban menimbulkan kenaikan atau penurunan ekuitas. Meskipun memenuhi definisi penghasilan dan beban, menurut konsep pemeliharaan modal tertentu, kenaikan dan penurunan ini tidak dimasukkan dalam laporan laba rugi. Sebagai alternative pos ini dimasukkan ke dalam ekuitas sebagai penyesuaian pemeliharaan modal atau cadangan revaluasi.
- B. Revaluasi Aktiva Tetap Berdasarkan Undang-Undang Pajak
Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan dalam negeri yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban dari Wajib Pajak yang bersangkutan, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah terutang sampai dengan masa pajak sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.
Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah semua aktiva berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual (bukan barang dagangan) yang terletak atau berada di Indonesia. Penilaian kembali harus dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh Pemerintah.
Penilaian kembali aktiva tetap dihitung/dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar yang berlaku pada saat dilakukannya penilaian kembali. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka dalam rangka perhitungan pajak. Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan.
- C. Perlakuan Pajak Atas Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva
Contoh:
Pada akhir tahun 2002, PT Sukses melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai buku fiskal aktiva yang dinilai kembali per 31 Desember 2002 adalah Rp. 100.000.000,00. Nilai wajar aktiva tersebut adalah Rp 175.000.000,00. Sisa kerugian fiskal tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan adalah Rp 25.000.000,00. Besarnya PPh atas selisih lebih penilaian kembali aktiva adalah sebesar:
Nilai wajar aktiva Rp. 175.000.000,00
Nilai buku fiskal aktiva 100.000.000,00
Selisih lebih penilaian kembali aktiva Rp. 75.000.000,00
Kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan 25.000.000,00
Selisih lebih setelah kompensasi Rp. 50.000.000,00
PPh = Rp. 50.000.000,00 x 10%
= Rp. 5.000.000,00 (bersifat final)
No comments:
Post a Comment